YOGYAKARTA- Sebuah batu besar dengan diameter sekitar 3 meter berdiri agak miring di tengah jalan yang sehari-hari digunakan warga Desa Bronggang, Daerah Istimewa Yogyakarta.
Bagi sebagian warga setempat, batu tersebut memiliki nilai mistis karena tak seorang pun bisa memindahkan sekalipun menggunakan alat besar dan berat.
Konon batu tersebut ada “penunggu”-nya yang sudah merasa nyaman berada di desa itu.
Batu berwarna keabu-abuan tersebut sesungguhnya sangat mengganggu arus lalu lintas warga yang melewati di Desa Bronggang tersebut.
Mbah Pardjo (75 tahun), penduduk asli Desa Bronggang, mengatakan bahwa tak seorang pun mampu memindahkan batu sebesar itu sekalipun sudah menggunakan alat-alat berat.
“Memang keberadaan batu itu menutupi jalan yang menghubungkan lalu lintas di sini. Sudah ada beberapa kali upaya memindahkan batu itu. Akan tetapi, saat dipindahkan, bergerak pun tidak,” katanya sambil memandangi batu itu, Rabu (3/7).
Dia mengaku mungkin saja batu itu sudah merasa “betah” berada jauh dari Gunung Merapi sehingga tidak mau dipindahkan ke lokasi pinggir jalan.
Mbah Pardjo menceritakan batu sebesar itu memang datang tiba-tiba bersamaan dengan erupsi Gunung Merapi pada tahun 2010.
Dia memperkirakan batu yang beratnya berton-ton itu keluar dari perut Merapi saat erupsi 2010 bersamaan dengan muntahan gunung itu dan terbawa lahar dingin melalui Kali Gendol.
Sebelum ada erupsi Merapi, batu itu tak ada sehingga jalur lalu lintas di Desa Bronggang lancar-lancar saja.
“Akan tetapi, entah mengapa batu itu terseret terbawa lahar dan berhenti pas di tengah jalan sehingga rakyat setempat pun mengkaitkan macam-macam dengan keberadaan batu itu,” katanya.
Berbagai upaya ritual telah dilakukan warga untuk memindahkan atau setidaknya meminggirkan batu itu hingga tepi jalan raya. Akan tetapi, tak berhasil.
“Entah apa yang ada di batu itu. Yang penting jangan ada yang mengusik mungkin ada ‘penunggu’-nya,” kata Mbah Pardjo.
Tak Berhasil
Kepala Pusat Data, Informasi, dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Sutopo Purwo Nugroho mengatakan, saat pascaerupsi Merapi, pihaknya memang telah berupaya memindahkan batu itu ke tepi jalan tetapi tidak berhasil.
“Kami sudah berupaya memindahkan batu itu dengan menggunakan alat-alat berat tetapi gagal, dan sampai sekarang, ya, di situ saja batunya,” kata Sutopo.
Dia mengatakan bahwa dirinya tidak berani mengatakan apakah batu itu ada “penunggu”-nya atau tidak. Yang pasti setelah hampir tiga tahun keberadaan batu di situ, upaya memindahkan dihentikan.
Keinginan BNPB memindahkan batu itu, kata dia, semata-mata agar tidak menutup jalan yang selama ini sebagai urat nadi warga Desa Bronggang.
Akan tetapi, warga setempat tidak kehilangan akal. Untuk melancarkan arus lalu lintas, dibuatlah jalan melingkar di sekitar batu.
Untuk pengendara dari arah barat menuju timur, saat akan melewati batu harus memutar ke kiri. Demikian pula, pengendara dari arah timur menuju barat harus memutar ke kiri.
Sebagai rasa penghormatan terhadap keberadaan batu itu, warga membuat semacam pembatas dari batu bata melingkar di sekeliling batu yang tidak dinamai itu.
Hal Wajar Jika dilihat dari sisi ilmiah, keberadaan batu sebesar itu berada jauh dari sebuah gunung berapi sesungguhnya sesuatu hal yang sangat wajar.
Kepala Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kegunungapian (BPPTK) Yogyakarta Subandriyo mengatakan, jika suatu gunung berapi erupsi, akan terjadi ribuan ton batu-batuan yang terlempar dari perut gunung.
“Memang seperti itu kalau terjadi erupsi gunung berapi. Ada lahar panas, lahar dingin, hingga batu-batuan akan terlempar,” katanya.
Untuk kasus batu berdiameter sekitar 3 meter tersebut yang ada di Desa Bronggang, Subandriyo mengatakan bahwa hal itu sangat mungkin terjadi dan merupakan hal yang wajar-wajar saja.
Dia mengatakan berdasarkan hasil analisis BPPTK, batu sebesar itu setidaknya terbawa lahar dingin dari puncak Merapi menelusuri Kali Gendol sampai berada di lokasi itu “berjalan” sejauh 15 kilometer.
“Secara ilmiah, batu sebesar itu terbawa arus lahar dingin dengan volume banyak dan terhenti saat arus mulai melemah,” katanya.
Saat erupsi Merapi 2010, katanya, jutaan meter kubik batu-batuan memang dimuntahkan dari gunung itu yang merupakan suatu letusan dahsyat saat itu.
“Oleh sebab itu, mengapa saat terjadi erupsi warga di Desa Bronggang banyak yang tewas karena kena hawa dan lahar panas. Di sini memang banyak yang tewas saat itu,” kata Subandriyo.
Desa Bronggang terletak sekitar 15 kilometer dari puncak Merapi dan merupakan wilayah tak aman untuk ditempati jika terjadi erupsi serupa 2010.
Melihat lokasi desa yang berdekatan dengan Merapi, pihak BPPTK dan BNPB pernah menyarankan agar warga setempat mau mengungsi untuk menghindari hal yang tak diinginkan.
Terkait dengan keberadaan batu yang berada di tengah jalan itu, Subandriyo enggan berkomentar lebih jauh mengapa tak mampu dipindahkan sekalipun menggunakan alat-alat berat.
“Memang sih pernah ada upaya dipindahkan dengan alat-alat berat tetapi tak berhasil,” katanya sambil tersenyum.
Warga setempat pun saat ini sudah tak lagi mempermasalahkan keberadaan batu itu dan tidak ada lagi upaya memindahkan.
“Biarkan sajalah keberadaan batu itu, toh tak terlalu mengganggu warga setempat,” kata Mbah Pardjo.
No comments:
Post a Comment