Apakah ada orang yang
mengaku tidak mau kaya atau hidup berkecukupan? Mungkin ada, tapi
sulit dicari. Setiap bulan, begitu banyak orang ramai menabung atau
menyisihkan pendapatan. Lalu apa yang jadi hambatan untuk orang
berkecukupan?
Setidaknya ada lima hal
yang mungkin disadari atau tidak, selalu menggerus uang kita. Apa
saja? Silakan simak:
Inflasi
Istilah ini bermakna laju
kenaikan harga. Tiap tahun harga barang, terutama dalam kelompok
makanan, naik. Sepanjang tahun lalu, seperti dilansir Badan Pusat
Statistik (BPS), inflasi mencapai 4,3 persen. Ini artinya daya beli
uang kita menurun sebesar angka inflasi tersebut. Jika Anda punya
uang Rp 1.000.000, berarti nilainya berkurang Rp43 ribu.
Berarti lebih baik simpan
uang di bank? Sebentar, cek dulu suku bunga yang ditawarkan. Kalau di
bawah angka inflasi, tetap saja uang Anda akan berkurang. Belum lagi
dikurangi biaya administrasi atau iuran. Apalagi kalau uangnya
disimpan di bawah kasur.
Gaji tidak naik
Pendapatan bulanan yang
tidak mengalami kenaikan, itu sama saja nilainya yang berkurang.
Apalagi, biaya sehari-hari bisa mengalami kenaikan yang lebih besar
dibandingkan inflasi. Baik untuk konsumsi maupun transportasi. Dengan
begitu, pendapatan tetap namun pengeluaran bertambah besar. Sehingga
yang bisa disisihkan sebagai simpanan makin minim.
Karena itu, jika bekerja
di perusahaan yang tidak bisa menaikkan gaji tahunan atau lazim
dikenal dengan penyesuaian terhadap inflasi (di beberapa tempat, plus
prestasi) sebaiknya minta dicarikan solusi. Misalnya kantor
menyediakan makan siang bagi stafnya.
Lokasi kantor
Tempat Anda memperoleh
pendapatan dan tempat membelanjakannya akan sangat menentukan
besarnya nilai pendapatan yang bisa dikantongi. Misalnya, Anda
bekerja di Jakarta dengan standar gaji minimum sudah di atas Rp2
juta. Lalu Anda membelanjakannya di Bogor, Jawa Barat, yang laju
kenaikan harga barang pada Desember hanya 0,16 persen (Jakarta 0,56
persen). Dengan begitu, jelas belanja di Bogor lebih irit.
Boleh jadi, ini juga
sebagai alasan banyaknya karyawan di Jakarta yang lebih memilih
tinggal di Bogor. Mirip dengan orang Johor, Malaysia yang bekerja di
Singapura dengan pendapatan dolar. Tapi belanjanya ringgit.
Jumlah anggota keluarga
Keluarga yang dimaksud di
sini bukan sekadar keluarga inti. Tapi juga “penduduk” lainnya
seperti pembantu atau keluarga besar. Sepanjang kemampuan ekonomi
memadai, tentu tidak masalah. Justru jadi persoalan ketika kebetulan
kemampuan ekonomi ala kadarnya.
Jangan bayangkan
pengeluaran untuk keluarga tambahan itu sekadar uang makan
sehari-hari. Tapi juga harus dihitung pemanfaatan listrik hingga air.
Bisa dipastikan kapasitasnya pun akan ikut lebih besar dari biasanya.
Ujung-ujungnya ya tambahan pengeluaran.
Gaya hidup
Waspadai gaya hidup.
Terutama gadget yang setiap bulan bisa lahir produk baru. Jika tak
menahan diri, jangan heran kantong terus tipis walaupun pendapatan
naik. Jangan sampai, begitu pendapatan bertambah sedikit sudah
langsung kredit mobil. Perlu diingat, yang harus dibayar bukan
sekadar cicilan, tetapi juga ongkos perawatan rutin serta bahan
bakar. Bisa dipastikan, biaya juga ikut bertambah dibandingkan yang
dikeluarkan sebelumnya.
Solusi paling sederhana
dari kasus ini adalah menjaga pengeluaran tetap stabil. Kalaupun ada
kenaikan, tidak lebih besar dari laju kenaikan pendapatan.
Namun, memang ada hal
lain yang tidak bisa kita jaga, yaitu inflasi. Mau tak mau, kita
hanya bisa menerima hal itu sebagai faktor eksogen atau faktor dari
luar yang diterima apa adanya. Untuk hal ini, mungkin solusi
investasi di tempat yang dirasakan aman dan mampu menjanjikan tingkat
pengembalian (return) di atas angka inflasi bisa dijadikan solusi.
Anda bisa menanam
investasi pada saham maupun emas. Bisa juga investasi campuran lewat
reksadana. Terpenting yang perlu dikenali sebelum memulainya adalah
kredibilitas dan legalitas perusahaan tempat menitipkan dana, serta
risiko instrumen yang dipilih.
No comments:
Post a Comment